Jakarta — Komisi Informasi (KI) DKI Jakarta menerima audiensi Ketua Senat Universitas Negeri Jakarta sekaligus Guru Besar, Prof. Hafid Abbas, di kantor KI DKI Jakarta, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/12/2024).
Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Ketua KI DKI Jakarta, Harry Ara Hutabarat, didampingi Komisioner Agus Wijayanto Nugroho dan Ferid Nugroho.
Harry menyambut hangat kehadiran guru besar sekaligus mantan Komisioner Komnas HAM periode 2012–2017 tersebut.
Ia menyoroti pentingnya keterbukaan informasi dalam konteks hak asasi manusia serta peran aktif berbagai pihak dalam memastikan akses informasi yang adil dan merata.
“Kami merasa bahwa kami tidak sendiri. Masih ada stakeholder yang mendukung, termasuk guru besar dan mantan Komisioner Komnas HAM RI yang berkunjung ke tempat ini,” ujar Harry.
Harry juga menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik saat ini tidak hanya menjadi hak akses strategis, tetapi telah menjadi bagian dari hak asasi manusia.
“Baru-baru ini, keterbukaan informasi telah memberikan warna tersendiri dalam dunia informasi publik.
Sebagaimana disampaikan oleh para ahli, termasuk sahabat kita semua, bahwa ke depan keterbukaan informasi tidak hanya menjadi hak untuk akses strategis, tetapi juga bagian dari hak asasi manusia. Hal ini penting, terutama bagi mereka yang sebelumnya belum memahami pentingnya informasi publik. Kami pun terus-menerus melakukan sosialisasi meskipun dengan berbagai keterbatasan, tetapi semangat kami tetap tinggi,” ungkapnya.
Hal ini menunjukkan bahwa akses informasi dianggap vital untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kesadaran akan hak-hak mereka. Dengan memberikan akses informasi yang memadai, masyarakat dapat lebih memahami situasi yang dihadapi dan berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka,” tambah Harry Ara.
Sementara itu, Prof. Hafid Abbas menyampaikan pandangannya mengenai peran strategis Komisi Informasi dalam pengelolaan informasi. Menurutnya, Komisi Informasi tidak hanya berfungsi sebagai pengelola data, tetapi juga memiliki fungsi kuasi-yudisial.
“Pentingnya peran Komisi Informasi dalam pengelolaan informasi harus inklusif dan berpegang pada prinsip-prinsip tertentu. Selain itu, komisi juga memiliki fungsi kuasi-yudisial, yang memungkinkan menangani sengketa informasi secara adil,” kata Hafid.
Prof. Hafid juga membahas tantangan dalam pengelolaan hak asasi manusia yang ditemui di 11 negara, dengan Uni Eropa dan Australia sebagai contoh yang berhasil.
Beberapa tantangan yang disebutkan meliputi:
1. Sumber Daya Manusia: Kurangnya tenaga kerja yang memadai untuk menangani isu-isu hak asasi manusia.
2. Keselamatan Individu: Ancaman serius terhadap individu yang bersuara mengenai hak asasi manusia, termasuk risiko hilang atau menghadapi bahaya besar.
3. Kondisi Ekonomi: Situasi ekonomi yang buruk, seperti pertumbuhan ekonomi negatif, yang dapat mengalihkan perhatian dan sumber daya dari pengelolaan hak asasi manusia.
Diskusi tersebut menekankan pentingnya akses informasi sebagai bagian dari hak asasi manusia. Selain itu, pertemuan ini juga membahas kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia, termasuk tantangan yang dihadapi masyarakat dan perlunya perhatian serius terhadap isu-isu tersebut.
Discussion about this post