Jakarta – Pemerintah akhirnya mencabut kebijakan larangan penjualan tabung gas LPG 3 Kilogram di tingkat pengecer. Sebelumnya, kebijakan ini ditetapkan Pemerintah melalui Kementerian ESDM pada 1 Februari 2025, dan tak lama berselang, pada Selasa (04/02) kemarin, kebijakan tersebut dihapuskan. Sehingga, pengecer yang diubah namanya menjadi sub pangkalan, dapat kembali menjual LPG 3 kilogram.
Adapun alasan Pemerintah membuat kebijakan larangan penjualan tabung gas LPG 3 kilogram di pengecer adalah ditemukan adanya penyimpangan dalam distribusi yang menyebabkan harga di tingkat pengecer melebihi harga seharusnya. Kemudian disinyalir ada penyaluran yang tidak tepat sasaran, di mana sekelompok orang membeli LPG dalam jumlah banyak dan memainkan harga di tingkat pengecer.
Sehingga, pemerintah menerapkan regulasi baru yang mengharuskan pembelian LPG dilakukan di pangkalan resmi. Tujuannya, untuk meningkatkan kontrol terhadap distribusi serta memastikan harga yang wajar bagi masyarakat. Namun kebijakan ini menuai protes di masyarakat yang mengaku lebih sulit, lebih jauh, dan lebih lama untuk mendapatkan tabung gas melon ini dengan cara antre dulu untuk membeli di pangkalan. Hal ini, berujung dicabutnya kebijakan tadi.
Sementara itu, pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan aturan hukum sebagai sanksi penyalahgunaan LPG subsidi ini. Dalam Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007, Pasal 13 ayat (2) tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram (“Perpres 104/2007”) diatur bahwa badan usaha dan masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan LPG tabung 3 kg untuk rumah tangga dan usaha mikro yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan usaha dan masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Awas, Nekat Neduh di Jembatan Layang Saat Hujan Bisa Kena Tilang
Sanksi tersebut berkaitan dengan Pasal 40 angka 9 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU Minyak dan Gas Bumi”) yang berbunyi: Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Kata “menyalahgunakan” dalam UU di atas maksudnya adalah kegiatan yang bertujuan mengeruk keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan negara.
Discussion about this post