Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menyebut anggaran alias biaya penyelenggaraan Pilkada dari tahun ke tahun sangat mahal. Hal ini diungkapkan Prabowo dalam acara puncak HUT ke-60 Partai Golkar yang digelar di Sentul International Convention Center (SICC), Kamis (12/12/2024) lalu. “Berapa puluh triliun habis dalam 1-2 hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing?” kata Prabowo. “Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, DPRD itulah yang memilih gubernur memilih bupati. Efisien enggak keluar duit,” tambah Prabowo. Dari sinilah wacana menggelar Pilkada melalui DPRD beredar. Sedikit informasi, Indonesia pernah menggelar Pilkada langsung untuk kali pertama pada 2004. Saat itu, kepala daerah dipilih oleh pemerintah pusat melalui DPRD.
Baca juga: Bagaimana Alur Gugatan Hasil Pilkada 2024 di MK? Ini Penjelasannya
Kementerian Keuangan RI merilis data berisi besaran anggaran yang digelontorkan tiap menggelar Pilkada. Jumlah anggaran yang disiapkan untuk Pilkada Serentak 2024 menyentuh Rp37,52 triliun. Dana itu bersumber dari APBD masing-masing daerah. Jumlah anggaran Pilkada 2020 Rp20,4 triliun dan diselenggarakan di 270 daerah. Pilkada 2018 yang diselenggarakan di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota, menelan biaya Rp18,5 triliun. Pilkada 2017 memakan anggaran sebesar yakni Rp2,9 triliun. Dari nominal atau besaran anggaran yang dikeluarkan, Pilkada 2024 menelan biaya paling banyak. Hal ini karena pemilihannya digelar serentak di 415 kabupaten, 93 kota, dan 37 provinsi, terbanyak sepanjang sejarah pilkada langsung. Selain itu, ada tambahan daerah pemekaran baru yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Lalu ditambah lagi, tingkat inflasi yang berdampak pada mahalnya harga alat peraga kampanye dan logistik. Pilkada 2024 juga menerapkan teknologi baru berupa e-rekapitulasi dan alat bantu digital lainnya untuk meningkatkan transparansi, sehingga butuh anggaran lebih. Sementara untuk alokasi anggaran Pilkada 2024 diprioritaskan untuk logistik sebesar 40 persen dan honor penyelenggara sebanyak 25 persen dari total biaya. Jika menimbang-nimbang Pilkada melalui DPRD tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan Pilkada Melalui DPRD
Lebih Murah atau Hemat Anggaran
Anggaran Pilkada melalui DPRD lebih efesien karena minus penyediaan logistik dan alat peraga kampanye dalam jumlah banyak. Selain itu, Pilkada melalui DPRD tidak perlu membayar honor penyelenggara.
Minim Gesekan dan Polarisasi
Pilkada langsung kerap memunculkan polarisasi politik bahkan politisasi agama, suku, dan lainnya. Hal ini lantaran melibatkan masyarakat luas, antarkandidat, hingga kubu pendukung. Lain halnya jika pemilihan lewat DPRD.
Penguatan Posisi DPRD
Posisi DPRD tentu lebih kuat dan berperan lebih besar dalam menentukan arah kebijakan pemerintah.
Meminimalkan Politik Uang
Pilkada langsung identik dengan maraknya praktik politik uang atau money politic. Jika pemilihan melalui DPRD, ada kemungkinan politik uang berkurang misalnya bagi-bagi uang, sembako, dan lainnya. Namun tak menutup kemungkinan, politik uang terjadi di kalangan DPRD sendiri.
Proses Lebih Cepat
Pilkada melalui DPRD akan berlangsung lebih cepat, karena tak perlu melewati proses panjang yakni sosialisasi, kampanye, penyaluran logistik, hingga rekapitulasi suara berjenjang.
Baca juga: Pantas Jadi Rebutan, Segini Total Pendapatan Gubernur dan Wakil Gubernur
Kekurangan Pilkada Melalui DPRD
Nihil Partisipasi Publik
Karena hanya melibatkan elite politik dari masing-masing parpol, masyarakat umum tidak bisa menentukan pilihan langsung akan wakil rakyat yang dipilihnya. Alhasil, publik kemungkinan besar tidak puas.
Rentan Korupsi dan Nepotisme
Penyelewengan berupa korupsi dan nepotisme akan berpotensi besar terjadi. Karena, pemilihan akan cenderung lewat kesepakatan politik melalui suap-menyuap untuk memuluskan hasrat politik calon kepala daerah. Dengan kata lain, siapa memiliki ongkos besar dan bisa membayar mahal, kemungkinan akan memenangi Pilkada.
Parpol Penguasa akan Makin Berkuasa
Hal ini karena pemilihannya ditentukan partai pemilik kursi terbanyak. Parpol cenderung memilih berdasarkan kepentingan politik kelompoknya. Sehingga, berpotensi mengabaikan aspirasi rakyat.
Pemenang Pilkada Abai ke Daerah yang Dipimpinnya
Pilkada melalui DPRD sangat rentan melahirkan kepala daerah yang tidak bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Karena mereka tidak dipilih oleh rakyat, sehingga cenderung lebih tunduk kepada partai politik atau DPRD yang memilihnya.
Discussion about this post