JAKARTA – Kecelakaan beruntun di KM 92 Tol Cipularang, Senin (11/11/2024) sore melibatkan 21 kendaraan mengakibatkan 1 orang meninggal dunia dan 4 lainnya luka berat dari total 30 korban. Menurut keterangan kepolisian, kecelakaan akibat truk bermuatan penuh berisi kardus diduga mengalami rem blong hingga menabrak puluhan kendaraan di depannya.
Hal ini membuat Kementerian Pekerjaan Umum mendesak kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) segera diterapkan. Adapun sosialisasi penegakan hukum bagi truk ODOL sudah dilakukan sejak 2022. Dilansir dari dephub.go.id, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bersepakat untuk menghentikan operasional angkutan Over Dimension dan Over Loading atau ODOL. Pasalnya, keberadaan truk tambun yang bobot dan ukurannya melampaui batas yang lalu-lalang di jalan raya, sudah menjadi ‘momok’ yang menakutkan dan membahayakan keselamatan masyarakat umum maupun pengguna jalan lainnya.
Baca juga: Pemotor Beteduh di Bawah Jembatan, Siap-siap Kena Tilang
Salah satu contoh momok jalan raya yang kerap ditemukakan adalah keberadaan armada truk ODOL membawa ribuan galon air minum dari pabrik di Sukabumi yang didistribusikan ke agen/pelanggan di Jabodetabek yang menyebabkan kemacetan dan kerusakan jalan.
Armada truk ODOL tidak hanya dilakukan oleh industri air minum kemasan, tetapi mayoritas (lebih 90 persen) pengusaha jasa angkutan barang yang melayani berbagai industri berat memiliki armada truk ODOL. Jalan-jalan di lintas Jawa dan Sumatra juga kerap dilalui truk tambun dan kerapkali menjadi penyebab kerusakan jalan yang parah. Berungkali jalan diperbaiki, berulangkali jalanan hancur oleh truk dengan beban yang berlebihan.
Berdasarkan data Korlantas Polri dari Integrated Road Safety Management System (IRSMS) tentang kecelakaan tahun 2018, Truk ODOL menjadi salah satu penyumbang terbesar penyebab kecelakaan lalu lintas.
Pemerintah pun melalui Kementerian Perhubungan telah berupaya menangani truk ODOL dengan:
– Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penetapan Jenis dan Fungsi Kendaraan.
– Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
– Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, yang mengatur batasan muatan dan dimensi kendaraan.
Berdasarkan Undang-Undang No 22 Tahun 2009, modifikasi kendaraan umum boleh dilakukan, tetapi ada syaratnya. Modifikasi harus memperhatikan dimensi, mesin, serta kemampuan daya angkut dan tidak membahayakan keselamatan pengguna jalan. Kendaraan hasil modifikasi wajib menjalani uji tipe ulang dan registrasi ulang. Tujuannya, menjaga keselamatan pengguna jalan, mencegah kerusakan infrastruktur, dan pemborosan bahan bakar.
Baca juga: Ini Deretan Pasal Bagi Pelaku Kecelakaan Lalu Lintas
Pemerintah juga telah menyiapkan sanksi bagi pelanggar aturan ODOL. Berdasarkan Pasal 307 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pelanggar ketentuan pemuatan, daya angkut, atau dimensi kendaraan dipidana kurungan maksimal dua bulan atau denda hingga Rp500.000. Sanksi bertambah berat Jika pelanggaran ODOL menyebabkan kecelakaan atau kerusakan fasilitas umum.
Dalam UU 22 Tahun 2009 terdapat salah satu pasal yang mengatur pelanggaran hukum yakni pasal 277 yang berbunyi, “Setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah).”
Pasal 277 mengalami penambahan menjadi Pasal 277A akibat adanya RUU Perubahan untuk UU 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Sehingga sanksi pelanggaran dikenakan kepada pelaku usaha, aparat penegak hukum, baik pidana maupun denda. Kemudian untuk pihak yang bertanggung jawab apabila terjadi ODOL adalah dealer, karoseri, pemilik angkutan, pemilik barang, pejabat yang terkait perizinan, pengujian kendaraan bermotor dan Lantas. Lalu untuk penyelesaian ODOL, Pasal 277A menyinggung penggunaan teknologi e-Tilang atau e-TLE.
Discussion about this post