JAKARTA-Rancangan Undang-Undang (RUU Penyiaran) yang tengah dibahas DPR menuai kritik lantaran diduga akan membungkam kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi serta mengungkung proses demokrasi.
Dewan pers menilai sejumlah pasal yang tengah digodok mengekang kemerdekaan pers dan berpotensi melahirkan produk jurnalistik yang buruk. Salah satu pasal yang kontroversial adalah adanya larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Menurut Dewan Pers, aturan tersebut bertentangan dengan UU Pers Nomor 40/1999 tentang Pers sebagai rujukan utama dalam penyusunan pasal yang mengatur tentang penyiaran karya jurnalistik.
Pasal Kontroversial di Draf RUU Penyiaran
Berikut sederet pasal yang menuai kritik dalam RUU Penyiaran versi 27 Maret 2024.
Pasal 28 A
Pasal 28A ayat (1) melarang Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) menyalurkan isi siaran dengan kriteria tertentu. Siaran yang dilarang sebagai berikut:
- Menyalurkan isi siaran yang membahayakan kepentingan bangsa dan negara serta mengancam pertahanan dan keamanan nasional
- Menyiarkan dan/atau menyalurkan isi siaran yang bertentangan dengan nilai kesusilaan
- Menyiarkan dan/atau menyalurkan isi siaran yang terindikasi mengandung unsur pornografi, sadistis, serta
- Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan
- Menayangkan isi siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender
BACA LAGI: Deretan Kontroversi Bea Cukai yang Viral di Media Sosial
Pasal 34F
Pasal 34F ayat (2) huruf e mengatur penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lain wajib memverifikasi konten siarannya ke KPI sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS). Penyelenggara penyiaran yang dimaksud termasuk kreator yang menyiarkan konten lewat Youtube, TikTok, atau media berbasis user generated content (UGC) lainnya.
Peraturan ini dinilai bertolak belakang dengan UU ITE yang mengatur platform berbasis UGC. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 dan Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 juga mengatur konten-konten yang didistribusikan melalui platform UGC.
Pasal 42
Sementara itu, dalam Pasal 42 ayat (1) mengatur “muatan jurnalistik dalam isi siaran lembaga penyiaran harus sesuai dengan P3, SIS, dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Sementara itu, dalam ayat (2) mengatur “menyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
LBH Pers dan AJI Jakarta mengatakan pasal tersebut berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi.
Pasal 8A
Selain itu, Pasal 8A Ayat (1) huruf q berbunyi “Menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang Penyiaran,”
Dalam pasal ini dalam draft RUU Penyiaran disebutkan KPI menjalankan tugas berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran. Namun, dalam UU Pers sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers.
Pasal 50B Ayat (2) Huruf C
Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) berbunyi, “Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:…(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.”
Dalam pasal ini memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi.
Pasal 50B Ayat (2) Huruf K
Pasal 50B Ayat (2) huruf k berbunyi, “Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme,”
Dalam pasal ini memuat larangan yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal ini dinilai subyektif dan multitafsir serta berpotensi menjadi alat membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis dan pers.
Pasal 51E
Pasal 51E berbunyi, “Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,”
Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan. Hal ini tumpang tindih dengan UU Pers.
BACA LAGI: Kontroversi RUU DKJ, Ini Tanggapan Jokowi
Dengan demikian adalah sederet pasal kontroversial dalam draf RUU Penyiaran yang sedang dibahas DPR. Draft tersebut menulai penolakan dari berbagai pihak, termasuk termasuk Dewan Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, dan organisasi pers di sejumlah daerah.
Discussion about this post