JAKARTA- Beberapa menteri dalam Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto yang baru dilantik sudah tuai kritik publik. Pasalnya, pernyataan sejumlah menteri di Kabinet Prabowo menuai kritik dan memicu polemik di masyarakat.
Mulai dari klaim bahwa Peristiwa 1998 bukan pelanggaran HAM berat, penggunaan kop surat kementerian untuk acara pribadi, hingga permintaan anggaran yang dinilai berlebihan.
BACA LAGI: Ini Daftar Puluhan Nama yang Dipanggil Prabowo ke Kertanegara
Berikut beberapa pernyataan dan tindakan kontroversial para menteri Prabowo tak lama setelah dilantik.
1. Peristiwa 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat
Menkokumham, Yusril Ihza Mahendra, menjadi sorotan publik setelah menyatakan bahwa Peristiwa 1998 bukan pelanggaran HAM berat.
Ia menjelaskan bahwa pelanggaran HAM berat adalah tindakan genosida atau pembersihan etnis, dan menurutnya, Indonesia belum mengalami kejadian tersebut dalam dekade terakhir. Yusril menilai pelanggaran HAM berat di Indonesia terjadi di tahun 1960-an, bukan pada 1998.
“Tidak terjadi dalam beberapa dekade terakhir ini. Mungkin terjadi justru pada masa kolonial, pada waktu awal perang kemerdekaan,” kata Yusril sebelum acara pelantikan menteri Kabinet Merah Putih, di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10).
2. Menteri HAM Minta Anggaran Rp 20 T
Natalius Pigai, Menteri HAM, meminta anggaran tambahan untuk kementeriannya, dari Rp 64 miliar menjadi Rp 20 triliun. Ia beralasan anggaran tersebut akan digunakan untuk membangun universitas HAM bertaraf internasional dan rumah sakit HAM.
“Saya mau bangun Universitas HAM bertaraf International terpadu dengan Pusat Studi HAM (Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia dan Kawasan Amerika), laboratorium HAM termasuk forensik, Rumah Sakit HAM,” ujar Pigai melalui akun Twitter resminya, pada Rabu (23/10/2024)
3. Pakai Kop Surat Kementerian untuk Acara Keluarga
Sementara itu, Yandri Susanto, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal menuai kontroversi setelah menggunakan kop surat kementerian untuk undangan acara keluarga.
Tindakan ini menuai kecaman publik dan dianggap sebagai pelanggaran administrasi, karena kop kementerian seharusnya hanya digunakan untuk kegiatan resmi pemerintah.
4. Gelar Raffi Ahmad Tak Diakui Kemendikbud, Namun Disebut Saat Pelantikan
Pengangkatan Raffi Ahmad sebagai utusan khusus dan pemberian gelar doktor honoris causa menuai kontroversi. Pasalnya Kemendikbudristek tidak mengakui gelar Doktor Honoris Causa Raffi Ahmad yang diberikan oleh Universal Institute of Professional Management (UIPM).
Namun Gelar Doktor Honoris Causa Raffi Ahmad tetap disebut saat pelantikan Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, 22 Oktober 2024.
BACA LAGI: Prabowo Lantik Raffi Ahmad hingga Gus Miftah jadi Utusan Khusus Presiden, Ini Tugasnya!
5. Bahlil Bongkar “Nego” dengan Gerindra soal Jatah Ketua MPR
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang juga Ketua Umum Partai Golkar, mengakui ada negosiasi politik antara Partai Golkar dan Partai Gerindra mengenai kursi Ketua MPR RI dan jatah menteri di kabinet Prabowo Subianto.
Awalnya, Golkar hanya mendapatkan 5 kursi menteri, tetapi kesepakatan mengenai kursi Ketua MPR dengan Gerindra mengubah situasi. Pernyataan Bahlil lantas menuai kritik publik yang dinilai hanya memikirkan kepentingan kelompok dan pribadi, bukan mementingkan rakyat dan bangsa Indonesia.
“Jatah kita waktu itu kan 5. Saya sekarang karena sudah terjadi saya buka saja,” kata dia dalam sambutannya di hadapan para kader dalam Tasyakuran HUT ke-60 Partai Golkar di kantor DPP, Senin (21/10/2024).
“Kemudian waktu itu MPR dikonsensuskan untuk diberikan kepada partai sahabat kita yang memenangkan pilpres. Kita kan enggak bisa lawan presiden. Kalau kita lawan presiden repot kita semua kan,” lanjut Bahlil.
6. Pengangkatan Mayor Teddy Diduga Langgar UU TNI
Pengangkatan Mayor (Inf) Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) dalam Kabinet Merah-Putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto menuai kontroversi. Pengangkatan ini melanggar Pasal 47 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang menyatakan prajurit harus mengundurkan diri atau pensiun sebelum menjabat di posisi sipil.
Namun, Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, berpendapat bahwa Seskab berada di bawah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), sehingga Mayor Teddy tidak perlu pensiun.
Para Menteri Disebut Terlalu Ingin Tampil Menonjol
Pengamat komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, menilai bahwa pernyataan dan sikap beberapa menteri baru mencerminkan kemampuan komunikasi publik yang belum memadai, serta keinginan mereka untuk menonjol dan tampil.
Akibatnya, para menteri terkesan ingin segera terlihat dan dianggap hebat secara individual. Lebih lanjut, Suko menambahkan beberapa menteri Prabowo berasal dari partai atau kelompok tertentu yang juga memiliki kepentingan masing-masing.
“Lebih banyak menyangkut personality kalau komunikasi politik, akhirnya terlihat jadi tergesah-gesah komunikasinya,“ ujar Suko, mengutip dari laman BBC.
Discussion about this post