JAKARTA – Anak Vincent Rompies yang bernama Farrel Legolas Rompies terlibat kasus bullying. Ferrel bersama beberapa temannya di SMA Binus School Serpong diduga melakukan aksi bullying di kantin di luar lingkungan sekolah.
Ia yang tergabung dalam “Geng Tai” melakukan aksi bullying hingga membuat korban menderita luka-luka dan kini harus dirawat di rumah sakit. Saat ini pihak kepolisian sedang menyelidiki kasus tersebut.
Baca Juga: Ini Aturan dan Syarat Pemilu 2024 Satu atau Dua Putaran
Lalu sanksi apa yang bisa dijerat bagi pelaku bullying? Berikut pembahasannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 menjelaskan:
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Sedangkan pada UU Perlindungan Anak pada Pasal 76C menyebutkan:
Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Baca Juga: Petugas Pemilu Meninggal Dunia Terus Bertambah
Jadi, jika pasal tersebut dilanggar maka ada sanksi hukum yang harus diterima.
Pasal 80 ayat (1) tercantum:
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pelaku di Bawah Umur
Jika pelaku bullying merupakan anak di bawah umur, maka proses penanganannya harus mengikuti prinsip-prinsip perlindungan anak.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 2 menyebutkan:
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :
- Non diskriminasi.
- Kepentingan yang terbaik bagi anak.
- Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
- Penghargaan terhadap pendapat anak.
Berikut langkah yang harus dilakukan dalam penanganan perkara anak yang melakukan bullying:
- Melaporkan peristiwa bullying kepada pihak berwenang, seperti guru, kepala sekolah, orang tua, atau polisi.
- Melakukan diversi dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti korban, pelaku, orang tua, sekolah, masyarakat, atau lembaga perlindungan anak. Diversi dapat berupa mediasi, rekonsiliasi, restorasi, atau kompensasi.
- Jika diversi gagal atau tidak memungkinkan, maka perkara dapat dilanjutkan ke pengadilan anak. Pengadilan anak harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perbuatan anak, seperti latar belakang keluarga, lingkungan sosial, kondisi psikologis, atau pengaruh teman sebaya.
- Jika anak terbukti bersalah melakukan tindak pidana, maka pengadilan anak dapat menjatuhkan pidana khusus berupa pembinaan atau rehabilitasi. Pembinaan dapat berupa bimbingan keluarga, bimbingan sosial, bimbingan khusus, penempatan di lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA), atau penempatan di lembaga pembinaan khusus anak (LPKA). Rehabilitasi dapat berupa perawatan medis, psikologis, atau sosial di rumah sakit jiwa, pusat rehabilitasi narkoba, atau lembaga lain yang sesuai.
Demikian ancaman hukuman pelaku bullying yang harus diperhatikan.
Discussion about this post