Jakarta – Baru-baru ini publik dihebohkan dengan pernyataan dari mantan Ketua KPK RI Agus Rahardjo. Pasalnya ketua KPK periode 2015-2019 ini mengungkapkan pernah dipanggil dan diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
“Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran ‘biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian’. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil,” tutur Agus dalam program Rosi yang dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin (4/12/2023).
Baca Juga: Ini Ancaman Hukuman Jika Melakukan Tindak Pidana Pemilu
Tak lama pernyataan itu beredar, Jokowi langsung buka suara dan menepis isu adanya pertemuan dengan Agus Rahardjo. Jokowi pun bertanya-tanya mengapa hal itu harus diramaikan saat ini.
“Ini yang pertama coba dilihat. Dilihat di berita-berita tahun 2017 di bulan November, saya sampaikan saat itu Pak Novanto, Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada, jelas berita itu ada semuanya,” ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023).
Kesaksian Sudirman Said Dimarahi Jokowi karena Kasus “Papa Minta Saham”
Sementara itu, Mantan Menteri ESDM Sudirman Said mengklaim pernah dipanggil Presiden ke Istana lantaran melaporkan Setnov ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR terkait polemik kasus ‘papa minta saham’ yang turut menyeret nama Setnov.
Baca Juga: Ini Deretan Menteri Jokowi yang Terjerat Kasus Korupsi
“Ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD itu, Presiden sempat marah. Saya ditegur keras, dituduh seolah-olah ada yang memerintahkan atau ada yang mengendalikan,” ujar Sudirman, Minggu (3/12/2023).
Petisi 100 Desak DPR dan MPR Makzulkan Presiden
Buntut adanya dugaan pelanggaran konstitusional yang dilakukan Jokowi, sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat mendesak DPR dan MPR untuk segera memakzulkan Presiden Jokowi. Menurut Petisi 100, sejumlah dugaan pelanggaran konstitusional telah dilakukan presiden Jokowi, antara lain intervensi KPK terkait kasus Setnov serta nepotisme dalam Mahkamah Konstitusi.
“Pemakzulan semakin relevan setelah adanya pelanggaran-pelanggaran konstitusional baru yang dilakukan Jokowi,” sebagaimana yang tertulis dalam siaran pers Petisi 100, Kamis, (7/12)
Perihal dasar hukum pemakzulan itu sendiri adalah TAP MPR No VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Pasal 7A UUD 1945 yang mengatur tentang pemakzulan Presiden.
Baca Juga: KPU Ubah Format Debat, Langgar UU?
Dalam pasal 7A UUD 1945 berbunyi, “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawarata Rakyat atau usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
Sementara itu, Petisi 100 juga memuat keterlibatan Jokowi sebagai ipar mantan Ketua MK Anwar Usman dalam pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia capres-cawapres. Majelis Kehormatan MK juga memutuskan Anwar Usman telah melanggar etik berat sehingga diberhentikan sebagai Ketua MK. Ini jelas pelanggaran Pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Petisi 100 sepakat dasar masalah persoalan bangsa ada pada Presiden Jokowi. Sejumlah tokoh yang terlibat dalam Petisi 100 antara lain mantan KASAD Jenderal TNI (Purn.) Tyasno Sudarto, mantan Ketua MPR Amien Rais, Guru Besar UGM Zainal Arifin Mochtar, pengajar UNS M. Taufiq, Ketua FUI DIY Syukri Fadholi, Ketua BEM KM UGM Gielbran M. Noor, serta perwakilan Petisi 100 Marwan Batubara. Mereka mengaku berkewajiban terhadap upaya menyelamatkan bangsa dan negara.
Bagaimana menurut Anda dengan petisi 100 yang mendesak agar segera makzulkan Presiden Jokowi?
Discussion about this post